Pagi ini, aku harus berangkat kerja lebih awal karena
mesti nganterin Dipo, ponakanku, ke sekolah. Aku sempat shock saat ngebantuin
ngangkat tas sekolahnya. Astagaa.. Ini tas sekolah anak SD apa mobil pick
up..?? Beraaattt banget.
Saat kutanya isinya apa aja, si Dipo cuma nyengir.
Setelah aku cek, busyeeett, ternyata itu memang buku buku pelajaran dan tugas
untuk hari ini. Aku jadi inget curhatan Kak Dini, ibu Dipo. Selain tugas tugas
dan jam pelajaran yang padat, materi pelajaran anak SD jaman sekarang juga agak
berat.
Iya juga sih, kalau dipikir piker benar juga kata
kakakku tadi. Dan kalo boleh beropini, based on pengalaman pas sekolah kemaren,
siswa di negeri kita ini sepertinya “diharuskan” menjadi manusia super yang menguasai
seluruh ilmu, baik sains, sosial dan juga bahasa.
Sepertinya, paradigma pendidikan di Indonesia hanya
berpusat pada bagaimana anak mendapat nilai bagus, bahasa sederhananya sih IQ
oriented. Menurutku IQ emang penting, tapi bukan segala galanya.
Kalau soal IQ, aku jadi inget kisah Christopher
Langan. Nama Christopher Langan memang gak ada apa-apanya jika dibandingin nama
besar Albert Einstein. Tetapi, tidak banyak yang tahu bahwa Chris Langan
ternyata mempunyai IQ (intelligence quotient) yang jauh di atas Einstein. Chris
Langan memiliki IQ 200, sementara IQ sang fisikiawan jenius penemu Teori
Relativitas itu ‘hanya’ 160.
Dengan IQ super yang 40 poin di atas Einstein, boleh jadi banyak dari
kita yang berpikir masa depan Chris Langan pastilah cemerlang. Mungkin ia bakal
jadi ilmuan sukses seperti Einstein. Atau pemimpin Negara layaknya B.J.
Habibie, mantan Presiden Indonesia, yang juga ber-IQ 200. Atau, paling tidak,
memimpin lembaga keuangan ternama seperti Sri Mulyani, Managing Director Wold
Bank dan mantan Menteri Keuangan Indonesia, yang ber-IQ 157.
Sayangnya, tidak. Kisah hidup Chris Langan jauh dari
cerita sukses. Pendidikannya gagal, ia di-droup out pada tahun pertama
kuliahnya. Dan, sampai usia setengah 50 tahun, ia masih bekerja serabutan,
terkadang jadi kuli bangunan, bahkan sempat menjadi tukang pukul di sebuah bar.
Pertanyaannya, mengapa para jenius seperti Einstein,
Habibie, atau Sri Mulyani bisa meraih kesuksesan, sementara Chris Langan tidak?
Lewat bukunya Outliers, Malcolm Gladwell meneliti rahasia di balik
orang-orang sukses. Menurut Gladwell, orang-orang berprestasi luar biasa alias
outlier tidak muncul tiba-tiba. Modalnya juga bukan cuma IQ, bakat, ataupun
kemampuan pribadi. Untuk menjadi outlier, mereka butuh dukungan lingkungan,
mampu melihat dan memaksimalkan peluang, dan yang utama adalah kemauan untuk
terus menempa diri.
0 komentar:
Post a Comment