Wacana Keilmuan dan Keislaman

Sunday, February 12, 2017



Jika belakangan ini kita kerap mendengar perbincangan seputar ”Hukum Tarik-menarik” atau The Law of Attraction menjadi topik paling hangat yang jadi bahan obrolan, bisa jadi itu dipicu oleh maraknya buku-buku dan film yang terbit dalam 2 tahun terakhir. Sejak buku berjudul ”The Secret” diterbitkan, menyusul versi film yang sebelumnya telah diluncurkan, banyak diikuti oleh buku-buku lain yang juga membahas prinsip yang sama, yaitu kekuatan harapan dalam menarik hal-hal yang akan mendukung menjadi kenyataan.
Meski tampak baru, tapi sebenarnya prinsip dan hukum itu telah lama diketahui dan diyakini kebenarannya. Sejak 350 Tahun Sebelum Masehi misalnya, manusia telah mengenal prinsip: Aristotelian Principle of Causality, atau yang sekarang kita kenal dengan ‘Hukum sebab akibat’! Tetapi yang barangkali jauh lebih nyata dalam mengungkapkan: Kekuatan Harapan yang mampu mengubah kenyataan, adalah legenda populer yang dikisahkan oleh Ovid, dalam mitos yang berjudul Pygmalion.
Pygmalion adalah nama seorang pangeran dari Siprus, yang sangat lihai dalam memahat patung. Pangeran ini konon kabarnya begitu kesepian karena tidak pernah tertarik dengan seorang perempuan pun. Suatu ketika, Ia memahat patung yang terbuat dari gading hingga berbentuk seorang wanita. Karena saking begitu indah dan sempurnanya patung buatannya itu, Pygmalion pun jatuh cinta pada patung tersebut.
Saking cintanya, ia sampai memohon pada Dewi Venus untuk menghidupkan patung tersebut agar bisa menjadi teman hidupnya. Dan disinilah letak inti prinsip kerja kekuatan harapan, Karena Pygmalion menaruh harapan yang sangat besar, maka ia memohon dengan sungguh-sungguh dan tulus, hingga sang Dewi cinta itupun akhirnya mengabulkan permohonannya. Singkatnya, patung itu benar-benar menjelma menjadi seorang wanita sejati yang cantik jelita. Maka mereka berdua kemudian menikah dan punya anak bernama Paphos.
Kisah Pygmalion memang hanyalah sekedar legenda yang mustahil terjadi di alam nyata, akan tetapi beberapa prinsip didalamnya, ternyata bukanlah sekedar dongeng semata. Dimana sering kurang kita sadari, ”Harapan kita terhadap seseorang akan merubah harapan orang tersebut terhadap dirinya sendiri… yang pada akhirnya akan merubah harapan tersebut menjadi kenyataan.”
Keterkaitan hubungan sebab-akibat seperti itu telah berkali-kali terbukti dalam berbagai riset dan penelitian. Seperti yang pernah dilakukan Rosenthal dan Jacobson pada tahun ’60-an, mereka meneliti beberapa sekolah dasar di Amerika. Sebelum penelitian dilakukan, para guru diberitahu daftar nama-nama murid yang memiliki memiliki IQ yang lebih tinggi. Kemudian selama penelitian berlangsung, secara teratur dilakukan tes IQ terhadap para murid tersebut. Ajaibnya, IQ kelompok murid yang diharapkan memiliki IQ lebih tinggi, ternyata betul-betul ber-IQ jauh lebih tinggi dibanding murid-murid lainnya. Padahal sebetulnya, semua murid itu telah menjalani tes IQ sebelum penelitian, yang menunjukkan bahwa IQ semua murid di kelas itu sebenarnya merata, atau lebih kurang sama!
Jadi, apa yang sesungguhnya membuat beberapa murid pada akhirnya benar-benar ber-IQ jauh lebih tinggi? Rosenthal dan Jacobson mengatakan, penyebab utamanya adalah ”harapan dari para guru!” Secara tidak sadar, harapan-harapan tersebut memperkuat citra diri beberapa murid. Citra diri itulah yang kemudian membuat beberapa murid belajar lebih keras, serta meningkatkan harapan mereka sendiri, sampai akhirnya mempertebal rasa peraya pada diri sendiri (confidence). Hebatnya, ketika penelitian yang sama kembali dilakukan, baik kepada para mahasiswa, maupun diterapkan di kalangan para eksekutif perusahaan, hasilnya tetap saja sama. Konsep inilah yang kemudian dikenal secara luas dengan istilah efek Pygmalion!
Melihat kisah dan fakta diatas, kita lalu ingin berandai-andai; seperti apa jadinya kalau saja efek Pygmalion itu terjadi di kehidupan nyata kita pada saat ini? Dimana semua orangtua, mengharapkan hanya yang terbaik bagi anak-anaknya. Lalu para suami atau istri, juga hanya melihat pada sisi positif sehingga berharapan baik pada pasangannya. Begitu juga dengan para guru dan staff pengajar terhadap para anak didiknya, kemudian para boss dan pengusaha terhadap pekerjanya, serta para pemimpin kepada anak buahnya, pun pemerintah kepada semua rakyatnya, dan begitu juga sebaliknya? Sementara itu, semua media yang ada, juga lebih gemar mengabarkan kebaikan dan menginspirasi kehebatan daripada melansir kabar kemalangan, pencurian, korupsi, perselingkuhan dan pembunuhan? kira-kira akan seperti apa jadinya? Seperti yang sudah terbukti melalui validitas hasil penelitian yang berkali-kali dilakukan, sudah pasti, secara bersama-sama kita akan mentransformasikan kualitas hidup kita, baik secara individu maupun kehidupan kita dalam bermasyarakat dan berbangsa.
Jadi, kenapa tidak segera kita mulai dari diri kita sendiri?
(Ditulis oleh: Andi Odang)
12:41 PM   Posted by My Science in with No comments

0 komentar:

Post a Comment

Search