Setiap
manusia di dalam kehidupan sehari-harinya tentu pernah mengalami kegagalan atau
ketidaksesuaian kenyataan yang dihadapi dengan harapan sebelumnya. Kondisi ini
dapat mengarahkan dia ke situasi yang tidak nyaman, yang membuat dirinya sedih,
cemas, dan ragu-ragu atau bingung. Kondisi ini adalah salah satu ciri adanya
gangguan psikis, yang mana di bidang psikologis diantaranya dikenal sebagai
kondisi stress. Stress di dalam istilah bahasa asing dikenal dengan stress,
diartikan oleh seorang psikolog perkembangan JW Santrock (2000) sebagai respon
individu terhadap situasi dan peristiwa yang dianggap mengancam. Ahli lain,
Magill (1996) juga menyatakan bahwa stress merupakan reaksi adaptif individu
terhadap situasi yang dipersepsikan sebagai ancaman. Situasi mengancam ini
menjadi situasi yang sulit diatasi oleh individu yang bersangkutan. Seringkali
membutuhkan waktu lama dan bahkan tidak jarang gagal mengatasinya., sehingga
pada tahap berikutnya ia mengalami kesulitan dalam bekerja maupun melakukan
aktivitas keseharian lainnya.
Islam
mengenalkan stress di dalam kehidupan ini sebagai cobaan. Allah SWT berfirman
di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2) ayat 155.
“Dan sungguh akan kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”
(Q.S. Al-Baqarah,2: 155).
Datangnya
cobaan kepada diri kita inilah yang akan dirasakan sebagai stres (tekanan)
dalam diri, atau disebut juga sebagai beban. Banyak contoh dalam keseharian
kita bentuk-bentuk cobaan ini, misalnya kematian, sakit, dan kehilangan. Bukan
hanya kondisi yang buruk menjadi cobaan, namun kekayaan, anak, kepandaian, dan
jabatan juga menjadi cobaan bagi manusia. Surat Al-Baqarah ayat 10 menyatakan
kondisi stress dan gangguan psikologis yang mengikuti manusia sebagai penyakit
hati.
“dalam hati mereka ada penyakit,
lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan
mereka berdusta” (Q.S. Al-Baqarah, 2:10)
Penyakit
hati ini diartikan sebagai sifat kedengkian, iri hati, dan dendam terhadap
orang lain.sifat dan perasaan ini yang menjadikan seseorang senantiasa merasa
terancam oleh sesuatu yang sesungguhnya dapat dihindari. Situasi atau peristiwa
yang memunculkan stres disebut sebagai stressor atau sumber stres.
Penyebab Stres
Stressor
sebagai pemicu stress jenisnya bervariasi antar individu. Stressor yang sama
belum tentu memiliki pengaruh stress yang sama bagi orang yang berbeda,
sehingga kemampuan mengatasi satu kondisi yang sama juga berbeda antara satu
orang dengan orang lainnya (Wallace, 2007). Hal ini dipengaruhi oleh
karakteristik stressor dan persepsi seta toleransi individu terhadap stressor
(bucker, 1991). Hal yang sama diuraikan
oleh Bucker (1991) dan Wallace (2007) bahwa ada beberapa macam jenis stressor,
yaitu:
(1)
Kematian
Meninggalnya seseorang
yang dekat akan menimbulkan rasa kehilangan yang dalam, misalnya kematian
pasangan hidup, anak, dan orang tua. Kehilangan ini menjadi awal dari perasaan
terancam, yang terkait dengan kehidupannya kelak. Stres yang muncul dapat
mengarahkan individu pada kesedihan yang tinggi. Apalagi kalau inividu tersebut
terbiasa hidup manja dan tidak pernah bekerja keras.
(2)
Perceraian
Sebagaiman kematian,
perceraian juga memunculkan ketakutan terhadap figur yang akan mendampingi atau
memberikan nafkah dan perhatian kepada pasangan ataupun keluarga. Anaka akan
mengalami kecemasan karena kehilangan figur pelindung orangtuanya.
(3)
Kesulitan
Ekonomi
Kesulitan ekonomi yang
terjadi akibat berkurangnya pendapatan akan memunculkan ketakutan terhadap
pemenuhan kebutuhan hidup diri dan keluarga. Bagimana memeperoleh makan,
pakaian, rumah, dan kebutuhan keluarga.
(4)
Frustasi
Kegagalan yang terjadi
secara berulang-ulang ketika usaha yang dilakukan dirasakan sudah maksimal,
akan menimbulkan rasa frustasi. Rasa frustasi ini akan menimbulkan ketakutan
erhadap pencapaian target usaha, yang dittuntut oleh diri sendiri atau orang
lain, misalnya keluarga, masyarakat, dan atasan di kantor.
(5)
Konflik
Perbedaan dan
pertentangan yang berujung pada konflik dapat memunculkan ketakutan akan
keberlangsungan hidupnya, mislanya konflik di keluarga dapat mengancam
kelanggengan pernikahan, atau konflik di kantor akan memunculkan kekhawatiran
terhadap karirnya.
(6)
Tekanan
(pressure)
Tuntutan yang tinggi
dari orang lain dapat menjadi sumber stress juga, misalnya atasan yang mematok
target tinggi akan menimbulkan kekhawatiran tercapai atau tidaknya target
tersebut. Begitupun dengan keluarga uyang terlalu tinggi tuntutannya kepada
suami akan menyebabkan suami terbebani dan menjadi khawatir juga.
Secara
umum, proses terjadinya stress dapat dijelaskan melaui bagan berikut:
Stressor Potensial ==> Persepsi ==> Stress atau
Tanpa Stress
Stressor
potensial yang muncul akan ditangkap oleh indera individu yang kemudian
dimaknai melalui proses persepsi. Hasil pemaknaan ini akan memunculkan
kesimpulan apakah stressor tersebut mengancam atau tidak. Apabila mengancam,
maka akan terjadi stress dan sebaliknya, apabila dipersepsi sebagai bahan
ancaman tidak akan terjadi stress. (Wallace, 2007)
Akibat Stress
Stress
yang terjadi akan menimbulkan berbagai komplikasi gangguan, baik fisik, sosial
maupun psikologis. Louis Kaplan (1996) menyebutkan bahwa stress dapat
menyebabkan gangguan proses berfikir, konsentrasi berkurang, dan pengambilan
keputusan terhambat. Selain itu, disebutkan oleh Cardwell (1996) bahwa akibat
stress berupa efek subyektif (kelelahan, harga diri menurun), efek perilaku
(nafsu makan berkurang, tidak tenang), efek fisiologis, dan efek kognitif.
Kemampuan
berpikir individu pada kondisi stress mengalami perubahan, terutama dalam
konsentrasi, kemampuan memahami situasi, pengambilan keputusan dan menemukan
solusi. Hal ini muncul karena emosi yang lebih dominan dan menutup peran
pikiran dalam menghadapi permasalahan. Secara fisik, individu merasakan lelah
dan seringkali muncul pula sakit kepala, peningkatan tekanan darah dan gejala
gangguan jantung. Indikator yang nampak dari perilaku antara lain gugup,
berkeringat, tidak tenang, dan napas tidak teratur. Pada individu tetentu
sering ditemukan gangguan pola makan dan pola tidur, sehingga berat badan
menurun dan kelelahan luar biasa. Akibat tersebut akan mengarahkan individu
kepada kontak sosial yang lemah, sehingga perhatian dan kepedulian kepada
lingkungan sosial menjadi hilang. Perilaku yang kemudian muncul adalah
mengurung diri di rumah, tidak bersedia menerima tamu, tidak bersedia
menghadiri undangan dan sebagainya.
Mengelola Stress
Stress
tidak mungkin selamanya dihindari, karena ujian dan cobaan dari Allah SWT tidak
dapat diatur oleh manusia. Langkah terbaik adalah menyiapkan sikap dan perilaku
mengelola stres sehingga mampu menangkal akibat stres. Anjuran Allah SWT
tentang menghindari dan mengelola stres sangat jelas, sebagaimana yang telah
digariskan dalam surat Ali ‘imron ayat 139 yaitu:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling
tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”
(Q.S. Ali-‘imron, 3:139)
Secara
rinci, beberapa cara mengelola stress yang telah diajarkan oleh islam adala
sebagai berikut (Athar, 19991; Athar, 2008; Hawari, 1997; Heru, 2006):
(1) Niat Ikhlas,
upaya yang dilakukan oleh individu sesama senantiasa diliputi oleh bermacam
motivasi. Motivasi inilah yang menentukan bagaimana upaya yang dilakukan dan
bagaimana bila tujuan tidak tercapai. Ketenangan ini bersumber dari motif hanya
karena Allah, bukan karena yang lain, sehingga kegagalan juga akan selalu
dikembalikan kepada Allah SWT. Sebagaimana surat at-taubah ayat 91 berikut:
“ Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas
orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak
memperoleh apa yang akan mereka naflahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada
Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang
yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S.
at-Taubah, 9:91)
(2)
Sabar dan Shalat
Sabar dalam islam
adalah mampu berpegang teguh dan mengikuti ajaran agama untuk menghadapi atau
menentang dorongan hawa nafsu. Orang yang sabar akan mampu mengambil keputusan
dalam menghadapi stressor yang ada. Di dalam ayat 153 yang sama allah juga
menyatakan bahwa:
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”
(Q.S. Al-Baqarah, 2:153)
Melalui shalat maka
individu akan mampu merasakan betul kehadiran Allah SWT. Segala kepenatan
fisik, masalah, beban pikiran, dan emosi yang tinggi kita tanggalkan ketika
shalat secara khusyuk. Dengan demikian, shalat itu sendiri sudah menjadi obat
bagi ketakutan yang muncul dari stressor yang dihadapi.
(3)
Bersyukur dan
Berserah Diri (tawakkul)
Salah satu kunci dalam
menghadapi stressor adalah dengan selalu bersyukur dan menerima segala
pemberian Allah SWT. Allah SWT sudah mengajarkan didalam Al-Qur’an Surat Al
Fatihah ayat 2 dan ayat 156:
“Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam” (Q.S
al-fatihah, 1:2)
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa innaa lillahi raaji’un” (Q.S. Al-Baqarah,
2:156)
Kedua ucapan diatas
sangat familiar pada kita, dan apabila kita pahami maknanya setiap kali
mengucapkannya saat menghadapi cobaan maka niscaya akan muncul kekuatan
psikologis yang besar untuk mampu menghadapi musibah itu.
(4)
Doa dan Dzikir
Sebagai insan beriman,
doa dan dzikir menjadi sumber kekuatan bagi kita dalam berusaha. Adanya harapan
yang tinggi disandarkan kepada Allah SWT, demikianpun apabila ada kekhawatiran
terhadap suatu ancaman, maka sandaran kepada Allah SWT senantiasa melalui doa
dan dzikir, perasaan menjadi lebih tenang dan khusyuk, yang pada akhirnya akan
mampu meningkatkan konsentrasi, dan emosi menjadi lebih terkendali. Hentakan
kemarahan dan kesedihan ataupun kegembiraan yang berlebihan senantiasa dapat
dikendalikan dengan baik. Sebagaimana dalam surat Ar Ra’d ayat 28:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjad tenteram.”
(Q.S. ar-Ra’d, 13:28)
Ketenangan hati (emosi)
ini akan mengarahkan individu pada kekuatan untuk menyelesaikan masalah. Dalam
bahasa yang berbeda, Wallace (2007) menyebutkan beberapa cara menghadapi stress,
yaitu:
- · Cognitive Restructuring, yaitu dengan mengubah cara berpikir negative menjadi positif.
- · Journal writing, yaitu menuangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dalam jurnal atau gambar.
- · Time Management, yaitu mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi stres akibat tekanan waktu. Ada waktu dimana individu melakukan teknik relaksasi dan sharing secara efektif dengan psikolog dalam membentuk kepribadian yang kuat.
- · Relaxation Technique, yaitu mengembalikan kondisi tubuh pada hemeostatis, yaitu kondisi tenang sebelum ada stressor.
Sementara Lamongtagne dkk (2007) menyebutkan
beberapa hal model pengolahan stres dalam setting kelembagaan atau perusahaan,
yaitu dilakukan melalui 3 tahapan:
- · Tahap prevensi proaksi, yang ditujukan kepada sumber stresor yang potensial dan iklim organisasi, melalui penataan kembali jabatan/tugas, pengurangan beban kerja, dan keterampilan manajemen konflik.
- · Tahap ameliorasi, yang ditujukan kepada kemampuan individu dalam menghadapi stress melalui cognitive behavior therapy (CBT), pelatihan koping, dan manajemen kemarahan.
- Tahap reaksi, yang ditujukan untuk meredakan stres yang sudah ada melalui occupational therapy, medical intervention
0 komentar:
Post a Comment