Wacana Keilmuan dan Keislaman

Sunday, November 1, 2015

Setiap manusia di dalam kehidupan sehari-harinya tentu pernah mengalami kegagalan atau ketidaksesuaian kenyataan yang dihadapi dengan harapan sebelumnya. Kondisi ini dapat mengarahkan dia ke situasi yang tidak nyaman, yang membuat dirinya sedih, cemas, dan ragu-ragu atau bingung. Kondisi ini adalah salah satu ciri adanya gangguan psikis, yang mana di bidang psikologis diantaranya dikenal sebagai kondisi stress. Stress di dalam istilah bahasa asing dikenal dengan stress, diartikan oleh seorang psikolog perkembangan JW Santrock (2000) sebagai respon individu terhadap situasi dan peristiwa yang dianggap mengancam. Ahli lain, Magill (1996) juga menyatakan bahwa stress merupakan reaksi adaptif individu terhadap situasi yang dipersepsikan sebagai ancaman. Situasi mengancam ini menjadi situasi yang sulit diatasi oleh individu yang bersangkutan. Seringkali membutuhkan waktu lama dan bahkan tidak jarang gagal mengatasinya., sehingga pada tahap berikutnya ia mengalami kesulitan dalam bekerja maupun melakukan aktivitas keseharian lainnya.  
Islam mengenalkan stress di dalam kehidupan ini sebagai cobaan. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2) ayat 155.

“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-Baqarah,2: 155).

Datangnya cobaan kepada diri kita inilah yang akan dirasakan sebagai stres (tekanan) dalam diri, atau disebut juga sebagai beban. Banyak contoh dalam keseharian kita bentuk-bentuk cobaan ini, misalnya kematian, sakit, dan kehilangan. Bukan hanya kondisi yang buruk menjadi cobaan, namun kekayaan, anak, kepandaian, dan jabatan juga menjadi cobaan bagi manusia. Surat Al-Baqarah ayat 10 menyatakan kondisi stress dan gangguan psikologis yang mengikuti manusia sebagai penyakit hati.

“dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (Q.S. Al-Baqarah, 2:10)

Penyakit hati ini diartikan sebagai sifat kedengkian, iri hati, dan dendam terhadap orang lain.sifat dan perasaan ini yang menjadikan seseorang senantiasa merasa terancam oleh sesuatu yang sesungguhnya dapat dihindari. Situasi atau peristiwa yang memunculkan stres disebut sebagai stressor atau sumber stres.


Penyebab Stres
Stressor sebagai pemicu stress jenisnya bervariasi antar individu. Stressor yang sama belum tentu memiliki pengaruh stress yang sama bagi orang yang berbeda, sehingga kemampuan mengatasi satu kondisi yang sama juga berbeda antara satu orang dengan orang lainnya (Wallace, 2007). Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik stressor dan persepsi seta toleransi individu terhadap stressor (bucker, 1991).  Hal yang sama diuraikan oleh Bucker (1991) dan Wallace (2007) bahwa ada beberapa macam jenis stressor, yaitu:
(1)   Kematian
Meninggalnya seseorang yang dekat akan menimbulkan rasa kehilangan yang dalam, misalnya kematian pasangan hidup, anak, dan orang tua. Kehilangan ini menjadi awal dari perasaan terancam, yang terkait dengan kehidupannya kelak. Stres yang muncul dapat mengarahkan individu pada kesedihan yang tinggi. Apalagi kalau inividu tersebut terbiasa hidup manja dan tidak pernah bekerja keras.
(2)   Perceraian
Sebagaiman kematian, perceraian juga memunculkan ketakutan terhadap figur yang akan mendampingi atau memberikan nafkah dan perhatian kepada pasangan ataupun keluarga. Anaka akan mengalami kecemasan karena kehilangan figur pelindung orangtuanya.
(3)   Kesulitan Ekonomi
Kesulitan ekonomi yang terjadi akibat berkurangnya pendapatan akan memunculkan ketakutan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup diri dan keluarga. Bagimana memeperoleh makan, pakaian, rumah, dan kebutuhan keluarga.
(4)   Frustasi
Kegagalan yang terjadi secara berulang-ulang ketika usaha yang dilakukan dirasakan sudah maksimal, akan menimbulkan rasa frustasi. Rasa frustasi ini akan menimbulkan ketakutan erhadap pencapaian target usaha, yang dittuntut oleh diri sendiri atau orang lain, misalnya keluarga, masyarakat, dan atasan di kantor.
(5)   Konflik
Perbedaan dan pertentangan yang berujung pada konflik dapat memunculkan ketakutan akan keberlangsungan hidupnya, mislanya konflik di keluarga dapat mengancam kelanggengan pernikahan, atau konflik di kantor akan memunculkan kekhawatiran terhadap karirnya.
(6)   Tekanan (pressure)
Tuntutan yang tinggi dari orang lain dapat menjadi sumber stress juga, misalnya atasan yang mematok target tinggi akan menimbulkan kekhawatiran tercapai atau tidaknya target tersebut. Begitupun dengan keluarga uyang terlalu tinggi tuntutannya kepada suami akan menyebabkan suami terbebani dan menjadi khawatir juga.

Secara umum, proses terjadinya stress dapat dijelaskan melaui bagan berikut:

Stressor Potensial ==> Persepsi ==> Stress atau Tanpa Stress

Stressor potensial yang muncul akan ditangkap oleh indera individu yang kemudian dimaknai melalui proses persepsi. Hasil pemaknaan ini akan memunculkan kesimpulan apakah stressor tersebut mengancam atau tidak. Apabila mengancam, maka akan terjadi stress dan sebaliknya, apabila dipersepsi sebagai bahan ancaman tidak akan terjadi stress. (Wallace, 2007)


Akibat Stress
Stress yang terjadi akan menimbulkan berbagai komplikasi gangguan, baik fisik, sosial maupun psikologis. Louis Kaplan (1996) menyebutkan bahwa stress dapat menyebabkan gangguan proses berfikir, konsentrasi berkurang, dan pengambilan keputusan terhambat. Selain itu, disebutkan oleh Cardwell (1996) bahwa akibat stress berupa efek subyektif (kelelahan, harga diri menurun), efek perilaku (nafsu makan berkurang, tidak tenang), efek fisiologis,  dan efek kognitif.
Kemampuan berpikir individu pada kondisi stress mengalami perubahan, terutama dalam konsentrasi, kemampuan memahami situasi, pengambilan keputusan dan menemukan solusi. Hal ini muncul karena emosi yang lebih dominan dan menutup peran pikiran dalam menghadapi permasalahan. Secara fisik, individu merasakan lelah dan seringkali muncul pula sakit kepala, peningkatan tekanan darah dan gejala gangguan jantung. Indikator yang nampak dari perilaku antara lain gugup, berkeringat, tidak tenang, dan napas tidak teratur. Pada individu tetentu sering ditemukan gangguan pola makan dan pola tidur, sehingga berat badan menurun dan kelelahan luar biasa. Akibat tersebut akan mengarahkan individu kepada kontak sosial yang lemah, sehingga perhatian dan kepedulian kepada lingkungan sosial menjadi hilang. Perilaku yang kemudian muncul adalah mengurung diri di rumah, tidak bersedia menerima tamu, tidak bersedia menghadiri undangan dan sebagainya.


Mengelola Stress
Stress tidak mungkin selamanya dihindari, karena ujian dan cobaan dari Allah SWT tidak dapat diatur oleh manusia. Langkah terbaik adalah menyiapkan sikap dan perilaku mengelola stres sehingga mampu menangkal akibat stres. Anjuran Allah SWT tentang menghindari dan mengelola stres sangat jelas, sebagaimana yang telah digariskan dalam surat Ali ‘imron ayat 139 yaitu:

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”
(Q.S. Ali-‘imron, 3:139)

Secara rinci, beberapa cara mengelola stress yang telah diajarkan oleh islam adala sebagai berikut (Athar, 19991; Athar, 2008; Hawari, 1997; Heru, 2006):
(1) Niat Ikhlas, upaya yang dilakukan oleh individu sesama senantiasa diliputi oleh bermacam motivasi. Motivasi inilah yang menentukan bagaimana upaya yang dilakukan dan bagaimana bila tujuan tidak tercapai. Ketenangan ini bersumber dari motif hanya karena Allah, bukan karena yang lain, sehingga kegagalan juga akan selalu dikembalikan kepada Allah SWT. Sebagaimana surat at-taubah ayat 91 berikut:

“ Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka naflahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. at-Taubah, 9:91)

(2)   Sabar dan Shalat
Sabar dalam islam adalah mampu berpegang teguh dan mengikuti ajaran agama untuk menghadapi atau menentang dorongan hawa nafsu. Orang yang sabar akan mampu mengambil keputusan dalam menghadapi stressor yang ada. Di dalam ayat 153 yang sama allah juga menyatakan bahwa:

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Q.S. Al-Baqarah, 2:153)

Melalui shalat maka individu akan mampu merasakan betul kehadiran Allah SWT. Segala kepenatan fisik, masalah, beban pikiran, dan emosi yang tinggi kita tanggalkan ketika shalat secara khusyuk. Dengan demikian, shalat itu sendiri sudah menjadi obat bagi ketakutan yang muncul dari stressor yang dihadapi.

(3)   Bersyukur dan Berserah Diri (tawakkul)
Salah satu kunci dalam menghadapi stressor adalah dengan selalu bersyukur dan menerima segala pemberian Allah SWT. Allah SWT sudah mengajarkan didalam Al-Qur’an Surat Al Fatihah ayat 2 dan ayat 156:

“Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam” (Q.S al-fatihah, 1:2)
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillahi wa innaa lillahi raaji’un” (Q.S. Al-Baqarah, 2:156)

Kedua ucapan diatas sangat familiar pada kita, dan apabila kita pahami maknanya setiap kali mengucapkannya saat menghadapi cobaan maka niscaya akan muncul kekuatan psikologis yang besar untuk mampu menghadapi musibah itu. 

(4)   Doa dan Dzikir
Sebagai insan beriman, doa dan dzikir menjadi sumber kekuatan bagi kita dalam berusaha. Adanya harapan yang tinggi disandarkan kepada Allah SWT, demikianpun apabila ada kekhawatiran terhadap suatu ancaman, maka sandaran kepada Allah SWT senantiasa melalui doa dan dzikir, perasaan menjadi lebih tenang dan khusyuk, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan konsentrasi, dan emosi menjadi lebih terkendali. Hentakan kemarahan dan kesedihan ataupun kegembiraan yang berlebihan senantiasa dapat dikendalikan dengan baik. Sebagaimana dalam surat Ar Ra’d ayat 28:

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjad tenteram.”


 (Q.S. ar-Ra’d, 13:28)

Ketenangan hati (emosi) ini akan mengarahkan individu pada kekuatan untuk menyelesaikan masalah. Dalam bahasa yang berbeda, Wallace (2007) menyebutkan beberapa cara menghadapi stress, yaitu:
  • ·       Cognitive Restructuring, yaitu dengan mengubah cara berpikir negative menjadi positif.
  • ·       Journal writing, yaitu menuangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dalam jurnal atau gambar.
  • ·     Time Management, yaitu mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi stres akibat tekanan waktu. Ada waktu dimana individu melakukan teknik relaksasi dan sharing secara efektif dengan psikolog dalam membentuk kepribadian yang kuat.
  • ·   Relaxation Technique, yaitu mengembalikan kondisi tubuh pada hemeostatis, yaitu kondisi tenang sebelum ada stressor.

Sementara Lamongtagne dkk (2007) menyebutkan beberapa hal model pengolahan stres dalam setting kelembagaan atau perusahaan, yaitu dilakukan melalui 3 tahapan:
  • ·  Tahap prevensi proaksi, yang ditujukan kepada sumber stresor yang potensial dan iklim organisasi, melalui penataan kembali jabatan/tugas, pengurangan beban kerja, dan keterampilan manajemen konflik.
  • ·     Tahap ameliorasi, yang ditujukan kepada kemampuan individu dalam menghadapi stress melalui cognitive behavior therapy (CBT), pelatihan koping, dan manajemen kemarahan.
  • Tahap reaksi, yang ditujukan untuk meredakan stres yang sudah ada melalui occupational therapy, medical intervention
3:46 PM   Posted by My Science in with No comments

0 komentar:

Post a Comment

Search