Wacana Keilmuan dan Keislaman
  • Civic Diary: Your IQ Is Not Everything

    Lewat bukunya Outliers, Malcolm Gladwell meneliti rahasia di balik orang-orang sukses. Menurut Gladwell, orang-orang berprestasi luar biasa alias outlier tidak muncul tiba-tiba. Modalnya juga bukan cuma IQ, bakat, ataupun kemampuan pribadi.
    Untuk menjadi outlier, mereka butuh dukungan lingkungan, mampu melihat dan memaksimalkan peluang, dan yang utama adalah kemauan untuk terus menempa diri.

  • Cerita Seorang Ibu yang Mengajari Arti Dari Sebuah Kesabaran Dan Kegigihan

    Di acara Watkins Annual Gathering, ia mempersembahkan penghargaan itu untuk kedua orangtuanya, “Saya senang menjadi penjual. Ayah saya dulunya juga seorang penjual; dan ibu saya mengajari kesabaran dan kegigihan. Dia takkan membiarkan saya menyerah.”

  • Pentingnya Ilmu Pengetahuan dalam Islam

    Manusia lahir ke dunia dilengkapi dengan seperangkat kemampuan internal, yakni rasa ingin tahu (curiousty) tentang sesuatu. Setelah sesuatu itu diperoleh, dengan akalnya manusia dapat memilah-milah sesuatu dengan jenis dari sesuatu itu.
    Dengan akal, manusia dapat melakukan observasi, penyelidikan, penelitian dan eksperimen untuk menemukan kebenaran, yang kemudian kebenaran ini terus dikembangkan menjadi teori.

Thursday, October 29, 2015


Segala puji bagi Allah, pencurah rahmat dan karunia. Rahmat-Nya tiada terbatas kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah. maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Kalimat yangbaik, nasihat yang benar, yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah dari perjalanan ulama Salafush Shalih, dan dari tingkah laku Ulama umat manusia yang mengamalkan.

Al-Qur’an dan sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah SAW yang harsu selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan karakter pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan As-sunnah adalah pribadi yang shaleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah SWT.

Qur’an Surat Al-Kahfi : 13
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambahkan petunjuk kepada mereka...”

Qur’an Surat Al-Hujarat : 13
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu...”

Persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan islam dari aspek ubudiyah, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus ada pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standard pribadi muslim yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan sesuatu yang wajib dirumuskan, sehingga menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim. Bila disederhanakan, sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang mesti ada pada pribadi seorang muslim.

1.      Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupaka sesuatu yang sepatutnya ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kematapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaiamana firman-Nya yang artinya:

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta Alam.” (Q.S. Al-an’am, 6:162)

Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2.      Shahihul Ibadah
Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul SAW yang penting, dalam satu haditsnya, beliau menyatakan: ‘Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3.      Matinul Kholuq
   Akhlak yang kokoh (matinul Kholuq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi d akhirat sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung.” (Q.S Al-Qalam, 68:4)

4.      Qowiyyul Jismi
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sis pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh ehingga dapat melaksanakan ajaran islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatau yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sering sakit. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah.” (HR. Muslim).

5.      Mutsaqqoful Fikri
Intelek dalam berfikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (Q.S 2:219).
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkat intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya. Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang-orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran. (Q.S 39:9)

6.      Mujahadul Linafsihi
     Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadul linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada jaran islam, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).

7.      Harishun ‘ala Waqtihi
            Pandai menjaga waktu (harishun ‘ala Waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.

8.   Munzhzhamun fi Syuunihi
           Teratur dalam suatu urusan (Munzhzhamun fu Syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur'an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dengan dilaksanakan dengan baik. ketika suatu urusan ditangani secara bersama-bersama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.

9.   Qodirun 'alal Kassbi
            Memiliki kemampuan usaha sendiri atau juga yang disebut dengan kekuasaan (qodirun 'alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru boleh dilaksanakan bilakala seseorang memiliki kekuasaan, terutama dari segi dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Dalam kaitan menciptakan kekuasaan inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rezeki dari Allah SWT, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau keterampilan.

10. Nafi' un Lighoirihi
         Bermanfaat bagi orang lain (Nafi'un Lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Dalam kaitan inilah, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.(HR. Qudhy dari Jabir)

Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits, sesuatu yang perlu kita renungkan pada diri kita masing-masing.
7:51 PM   Posted by My Science in with No comments
Read More

Penyucian Hati dan Jiwa Menurut Islam

Islam mengakui bahwa pada dasarnya manusia lahir dalam keadaan suci, yakni suci dari segala kotoran dan dosa. Yang ada pada bayi yang lahir itu adalah fitrah, yakni potensi beriman, berislam dn berihsan kepada Allah dengan mentauhid-Nya. Oleh karena pengaruh kedua orangtuanya, serta lingkungannya, sesorang menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi, yang menyimpang dari tauhid, menyimpang dari Islam, Iman dan Ihsan. Pengaruh keluarga dan lingkungan yang tidak kondosif untuk iman, islam dan ihsan itu telah merusak fitrah seseorang, dan mengotori jiwa seseorang. Untuk itu, Rasulullah diutus untuk mengembalikan manusia pada fitrah, dan untuk mensucikan kembali jiwa manusia dari segala yang mengotori jiwanya. Seperti ayat dibawah ini pada Qur’an Surat Al-Jum’ah:2

“Dialah (allah) yang mengutus untuk seluruh bangsa seorang Rasul dari antara mereka untuk membacakan ayat-ayat kepada mereka, mentazkiyah mereka, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah.” (QS.Al-Jum’ah:2)

Ayat diatas menunjukkan bahwa tazkiyatun nafs, merupakan salah satu misi semua nabi dan Rasul, khusus Rasulullah Muhammad SAW, disamping menyampaikan ajaran-ajaran Allah.


Makna dan Tujuan Tazkiyatun Nafs

Tazkiyatun Nafs berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata takiyah dan nafs. Secara kebahasaan tazkiyah berarti mensucikan, menguatkan dan mengembangkan. Sedangka nafs adalah diri atau jiwa seseorang. Dengan demikian tazkiyatu nafs mememiliki makna mensucikan, menguatkan dan mengembangkan jiwa sesuai dengan potensi dasarnya (fitrah), yakni potensi iman, islam dan ihsan kepada Allah.

Tazkiyatun Nafs bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya, yakni fitrah tauhid, fitrah iman, yang disertai dengann upaya menguatkan dan mengembangkan potensi tersebuta agar setiap orang selalu dekat kepada Allah, menjalankan segala ajaran dan kehendak-Nya. Denga Tazkiyatun Nafs, seseorang dibawa kepada kualitas jiwa yang prima sebagai hamba Allah, sekaligus prima sebagai khalifah Allah. Artinya dengan tazkiyatun nafs, seseorang menjadi ahlul ibadah, yakni orang yang selalu taat beribadah kepada Allahdengan cara-cara yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta menjadi khalifah, yakni kecerdasan dalam misi memimpin, mengelola dan memakmurkan bumi dan seisinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Allah untuk kerahmatan bagi semua makhluk.


Aplikasi Tazkiyatun Nafs Menurut Al-Qur’an dan Sunnah

Dengan makna yang sudah diuraikan diatas, tazkiyatun nafs tidak sekadar bermakna penyucian jiwa dan sembarang penyucian jiwa dan sembarang penyucian jiwa menurut kehendak setiap orang. Maka cara-cara melakukan Tazkiyatun Nafs harus memenuhi apa yang telah dituntunkan oleh Allah dan Rasulullah. Tazkiyatun Nafs, meliputi aspek-aspek berikut:
1. Tazkiyatud Din (mensucikan agama), yakni mensucikan jiwa dengan menegakkan aqidah shahihah(aqidah yang benar), al-tauhid al-khalish (tauhid yang murni dan bersih), ibadah yang benar, muamalah yang memuliakan kemanusiaan dan akhlak yang karimah.
2.  Tazkiyatul mal (mensucikan harta), yakni mensucikan jiwa dengan membersihkan harta yang diperoleh, dengan memberikan sebagaian kepada orang yang membutuhkan.
3.   Tazkiyatul ‘Amal wal Akhlak, yakni penyusian amal perbuatan dan akhlak (perilaku dan budi pekerti) yakni dengan menjaga segala pikiran, perkataan dan perbuatan kita dengan acuan Al-Qur’an dan al-sunnah da menjaganya dari hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Al-Qur’an.
4.    Tazkiyatul Afkar, yakni penyucian pemikiran dari cara adan pola poikir yang menyimpang dalama memahami agama, yang ujungnya adalah pandangan dan pengalaman agama yang menyimpang pula. Saat ini pemikiran-pemikiran sesat banyak menyerang dan menggerogoti pola pikir umat islam.

Dengan demikian tazkiyatun nafs adalah penyucian hati dan penyucian jiwa agar seseorang menjadi dekat kepada Allah, berada dalam bimbingan dan tuntunan-Nya, yang dilaksanakan dengan merujuk kepada ajaran agama-Nya yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-sunnah. Tazkiyatun nafs tidak bisa dilakukan dengan semau gue, dan mengabaikan petunujuk illahi. Karena semua telah ditetap tata cara dan rambu-rambunya dalam risalah para nabi dan rasul Allah, maka tazkiyatun nafs adalah merupakan  salah satu misi kenabian dan kerasulan setiap Nabi dan Rasul, terutama Rasulullah Muahmmad SAW.


Pengaruh Tazkiyatun Nafs dalam Kehidupan

Apabila tazkiyatun nafs dilakukan dengan pemahaman, dan cara-cara implementasi yang telah disebut diatas, maka ia akan memberikan pengaruh positif terhadap kehidupan manusi, antara lain dalam hal-hal sebagai berikut:
1.   Dalam beragama, seseorang akan menjalankan agama dengan sepenuh hati, memandang segala perintah dan larangan yang datang dari Allah sebagai nikmat dan karunia-Nya yang paling agung.
2.   Dalam berharta, seseorang saiap untuk hidup sederhana, tidak boros, tidak bermewah-mewah, berjiwa solider terhadap penderitaan orang lain.
3.    Dalam Amal, sanggup memeliahara amal perbuatannya agar bermanfaat bagi dirinya, dan orang lain.
4.   Bersikap amanah, jujur dan disiplin dalam menjalani tugas-tugas kebajikan, baik dalam kontek habun minallah (hubungan horisontal kepada sesama manusia dan alam sekitar).

Demikian uraian singkat tentang tazkiyatun nafs berdasarkan pesan-pesan al-qur’an dan sunnah. Wallahu a’lam.
10:33 AM   Posted by My Science in with No comments
Read More


Manfaatkan Masa Mudamu Sebelum Tiba Masa Tuamu

Artikel ini mencoba menelaah kisah tentang pemuda-pemuda yang dipuji dan diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an, yang dapat menjadi rujukan bagi generasi muda sekarang maupun mendatang, karena heroisme (kepahlawanan) dalam mempertahankan keyakinan dan kebenaran hakiki. Kisah Ashabul Kahfi (Penghuni-Penghuni Gua) merupakan sebuah kisah nyata (true story) yang diceritakan Allah pada Rasulullah Muhammad dengan tujuan memberi gambaran (i’tibar) dan model percontohan (ushwah) adanya sekolompok pemuda yang memiliki keberanian luar biasa meninggalkan lingkungannya untuk berhijrah ke sebuah tempat (goa) yang lebih bersahabat demi suatu “keyakinan dan ketahidan”.

Peristiwa hijrah atau berpindahnya seseorang dari satu tempat (yang kurang kondusif) ke tempat lain (yang lebih kondusif) untuk suatu tujuan mulia (keluhuran sebuah cita-cita) merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi perpindahan tersebut disertai oleh niat yang tulus, bersih, dan benar maka Allah akan memberi pertolongan, petunjuk, dan meneguhkan mereka dengan memberi tempat yang terbaik (lokasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka).
Qur’an Surat Al-Kahfi, 18:13
“Kami kisahkan kepadamu (muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang berimankepada Tuhan Mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”

Qur’an Surat Al-Kahfi, 18:14
“Dan kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.”

Qur’an Surat Al-Kahfi, 18:17
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seseorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.”
Artinya sebagai seseorang pemuda, tidak ada alasan untuk merasa takut dan khawatir saat mengalami peristiwa atau pengalaman yang tidak menyenangkan, karena sebuah konsekuensi dalam menegakkan kebenaran, kebaikan, dan keadilan. Satu hal yang pasti bahwa Allah akan memandu pemuda-pemuda yang berjuang untuk meninggikan dan menegakkan kebesaran namaNya.

Mengapa Ashhabul Kahfi

Ilustrasi tentang kisah Ashhabul Kahfi ditampilkan sebagai contoh (modelling) dengan menunjukkan urgensi dan peran strategis pemuda untuk kemajuan dan kemaslahatan suatu masyarakat (Peradaban bangsa). Sosok pemuda dalam kajian psikologis memiliki arti penting, baik dari aspek tumbuh-kembang fisiologis yang dimiliki, maupun dari aspek psikososial dan spiritual. Oleh karena itu kajian kepemudaan tentang Ashhabul Kahfi relevan dengan kondisi sosial masyarakat dewasa ini.
Secara fisiologis pemuda Al-Kahfi merupakan sekelompok individu yang memiliki kematangan dan kesehatan fisik yang optimal. Hal ini dapat dilihat dari kesiapan fisik saat melarikan diri. Secara Psikososial pemuda Al-Kahfi menunjukkan kualitas kepribadian yang tangguh dan resilien.

Menurut Anganthi (2006) ketangguhan adalah kemampuan dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang negatif, seperti kesedihan, kemalangan maupun ketidakberuntungan. Adapun resiliensi kemampuan dalam beradaptasi dengan kesulitan-kesulitan, tekanan-tekanan maupun krisis kehidupan dengan cara-cara yang benar, baik dan konstruktif, sehingga mencapai keberhasilan hidup.
Kepribadian Tangguh ditandai oleh : (1) kemampuan menghadap dan menghargai kesedihan dan kemalangan. (2) memiliki ketrampilan untuk berempati terhadap orang lain. (3) berpikir untuk menghasilkan sesuat yang terbaik. (4) kemampuan mengubah kemalangan menjadi keberuntungan. (5) memiliki keuletan, ketabahan, sense of humor, perasaan gembira dan merdeka.
Kepribadian Resiliensi ditandai oleh : (1) Kompetensi sosial (2) Kemampuan pemecahan masalah. (3) Kemadirian dan independensi. (4) Keyakinan terhadap masa depan.

Ketangguhan dan Resiliensi merupakan karakteristik dari kepribadian unggul yang hanya dimiliki oleh pemuda-pemuda yang melatih dirisecara didiplin dengan pertolongan dan bimbingan Allah ta’ala. Perbedaan antara Ketangguhan dan Resiliensi terletak pada (1) sikap yang ditunjukkan. (2) hasil yang diperoleh. Hasil dari kepribadian tangguh adalah daya juang (etos kerja) dalam menyelesaikan tugas-tugas. Adapun kepribadian Resiliensi akan menghasilkan keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan (Motivasi Prestatif). Kesamaan antara kepribadian tangguh dan resiliensi terletak pada (1) semangat serta optimisme dalam menjalani hidup. (2) Kemampuan untuk bangkit (tidak mudah menyerah) saat mengalami kegagalan yang dialami.

Siapa Ashhabul Kahfi

Identitas dan latar belakang keberadaan pemuda-pemuda Al-kahfi secara eksplisit tidak diinformasika dalam Al-Quran. Namun demikian banyak riwayat dan kisah yang mendeskripsikan mereka sebagai sekelompok pemuda (ada yang lajang dan ada juga yang sudah berkeluarga), berjumlah ganjil kurang dari 10 orang, untuk menegakkan keyakinan dan ketauhidan terhadap Allah ta’ala, hanya ditemani oleh seekor anjing. Riwayat ini sesuai dengan penjelasan dalam Al-Quran:

Meskipun informasi yang diberikan Allah tentang pemuda Al-kahfi hanya sedikit, namun sesungguhnya dapat ditarik suatu pelajaran yang berkenaan dengan mereka, yaitu (1) taraf perkembangan pemuda Al-kahfi berada pada tahap remaja hingga dewasa, (2) pemuda Al-kahfi merupakan sekelompok pertemanan, (3) Pemuda Al-kahfi merupakan penyayang binatang, (4) Pemuda Al-kahfi memiliki kebersamaan dalam cita-cita (5) Pemuda Al-Kahfi memiliki sikap progresif, (6) pemuda Al-kahfi merupakan seorang pemkir.

Psikologi Ashhabul Kahfi

Pemuda Al kahfi dalam tinjauan psikologis berada pada taraf perkembangan remaja-dewasa. Perspektif psikologis perkembangan menjelaskan adanya kekhasaan pada diri remaja, antara lain: (1) secara fisik (fisiologis) telah mencapai kematangan, (2) secara mental-emosi (psikologis) masih labil, (3) secara kekerabatan (sosial) membutuhkan dukungan dan pengakuan, (4) secara rohani (spiritual) memasuki tahap pencarian keyakinan yang rasional dan relistis.

Deskripsi tentang keberadaan pemuda al-kahfi dalam perspektif psikologi tersebut,dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.    Pemuda Al kahfi sebagaimana remaja lain, sudah mencapai kematangan fisiologis.
2.    Pemuda Al kahfi sebagaimana remaja lain secara mental masih menujukkan labilitas emosi
3.    Pemuda Al kahfi sebagaimana remaja lain, secara sosial membutuhkan dukungan kelompok
4.    Pemuda Al Kahfi sebagaiman remaja lain, secara rohani mulai mencari pembuktian terhadap nilai-nilai keyakinan yang mereka miliki.

Relevansi Ashabul Al Kahfi

Berpijak dari kisah Ashabul Al Kahfi diatas, sesungguhnya siapakah yang disebut pemuda itu.? Apakah pemuda selalu dikaitkan dengan usia perkembangan tertentu.? Jawaban atas persoalan tersebut daoat dijelaskan melalui hadits Rasulullah yang mengingatkan agar generasi muda memanfaatkan masa mudanya sebelum tiba masa tuanya dengan implikasi sebagai berikut:
1.      Kematangan Fisiologis, terutama perkembagan psikoseksual.
Artinya pemuda di masa kini memiliki tantangan besar dalam menyalurkan dorongan psikoseksual yang positif dan sehat, karena stimulasi untuk pemenuhan kebutuhan psikoseksual muncul dari berbagai arah melalui beragam media.
2.      Labilitas Psikologis, terutama perkembangan mental-emosional.
Artinya pemuda perlu berupaya untuk mengatasi labilitas emosi pada dirinya melalui keberanian untuk bersikap mandiri dan independent, baik secara emosi maupun sosial.
3.      Kebutuhan sosial, terutama relasi sosial dengan kelompok sebaya.
Artinya pemuda perlu berupaya untuk mengoptimalkan kebutuhan mengembangkan relasi interpersonal melalui pertemanan, baik terhadap sesama jenis kelamin maupun dengan lawan jenis.
4.    Kebimbangan spiritual, terutama pencarian keberadaan Tuhan. Artinya pemuda perlu mengatasi kebimbangan spiritual iyang dialami melalui upaya mencari jawaban atas problem personal maupun kemasyarakatan dengan penjelasan rasional dari agama.
10:25 AM   Posted by My Science in with No comments
Read More

Wednesday, October 28, 2015



Sebelum kita membicarakan istilah pakaian dalam al-Qur’an, perlu diperjelas dahulu apa itu Pakaian.? Pakaian secara sederhana dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang kita pakai mulai dari kepala sampai ujung kaki, termasuk:
  • Semua benda yang melekat di badan, seperti baju, celana, sarung, dan kain panjang.
  • Semua benda yang melengkapi pakaian dan berguna bagi si pemakai, seperti selendang, dasi, topi, sarung tangan, kaos kaki, sepatu, tas, dan ikat pinggang.
  • Semua benda yang gunanya menambah keindahan bagi si pemakai, seperti hiasan rambut, giwang, kalung, bros dan gelang

Namun pakaian yang kita maksud dalam tulisan ini adalah sesuatu yang melekat dalam badan yang berfungsi menutup aurat, baik laki-laki maupun perempuan.
Al-Qur’an tatkala menyebut istilah pakaian menggunakan beberapa kata, yakni libas atau labus artinya segala sesuatu yang menutup tubuh. Kata ini tercantum dalam kata delapan ayat. Kemudian tsiyab, disebutkan sebanyak delapan kali tersebar dalam tujuh ayat; dan sarabil tercantum sebanyak tiga kali tersebar dalam dua ayat.
Kalau suatu kata diulang-ulang baik dalam satu rangkaian dalam satu ayat maupun disebutkan dalam ayat yang lain, itu menunjukkan begitu penting kata tersebut untuk diperhatikan dan diamalkan . maka supaya lebih memudahkan memahamai ayat-ayat tersebut dalam konteksnya, perlu ditulis beserta terjemahannya, yakni sebagai berikut:
1.      Libas
  • Qur’an Surat Al-Baqoroh : 187
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istrimu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka”.

2.      Labus
  • Qur’an Al-Anbiya : 80
“Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)”.

3.      Tsiyab
  • Qur’an Surat Hud : 5
Ingatlah, sesungguhnya (orang munafik itu) memalingkan dada mereka untuk menyembunyikan diri daripadanya (muhammad). Ingatlah, di waktu mereka menyelimuti dirinya dengan kain (pakaian). Allah mengetahui apa yang mereka sembunyikan, dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.”

4.      Sarabil 

  • Qur'an Surat Ibrahim : 50
"Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api neraka."

Kata libas, labus, tsiyab, dan sarabil yang tercantum dalam berbagai ayat di atas mengandung banyak arti, baik arti hakiki maupun majazi atau kiasan sebagai berikut:
  • Istri sebagai pakaian suami, dan suami merupakan pakaian bagi istrinya. Karenanya, istri/ suami boleh memakai sesuka hatinya, dengan tetap berpedoman pada etika. Dan tatkala pakaian itu akan dipakai tidak boleh menolak, kecuali memiliki alasan yang kuat.
  • Pakaian adalah untuk menutupi aurat, dan tatkala orang memakai pakaian akan kelihatan indah, lebih-lebih kalau bahan dan corak warna pakaian disesuaikan dengan bentuk badan, warna kulit dan tempat.
  • Memperlihatkan aurat merupakan perbuatan setan. Kehancuran martabat seseorang karena dengan mudahnya mempertontonkan auratnya kepada orang lain yang tidak berhak untuk melihat.
  • Pakaian sutera yang halus dan tebal akan diberikan kepada penghuni surga, sementara orang-orang kafir pakaiannya terbuat dari api neraka.
  • Adanya siang dan malam merupakan pakaian manusia, malam dipakai untuk istirahat, sedangkan siang dipakai untuk berkarya, bekerja dan melakukan aktivitas lainnya.
11:45 AM   Posted by My Science in with No comments
Read More

Tuesday, October 27, 2015



Trend pakaian muslim dan muslimah tampak semakin marak, tidak hanya dalam pertemuan-pertemuan khusus yang bernuansa religius, misalnya pengajian, melainkan juga dalam acara ulang tahun, pernikahan, arisan, dan acara resepsi lainnya. Remaja muslim, pelajar, mahasiswa, ibu-ibu dan bapak-bapak dengan suka ria dan percaya diri memakainya dalam setiap kali menghadiri acara desain, mode dan warna kain yang harmonis.
Di pagi hari kalau kita berada di pinggir jalan, kita saksikan hilir mudiknya para pelajar dan mahasiswa berangkat ke sekolah, serta pegawai berangkat ke kantor tempat kerjanya, dengan menggunakan pakaian muslim ataupun muslimah. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang sudah memberikan apresiasi terhadap karyawan-karyawati, khususnya bagi karyawati untuk memakai busana muslimah dalam bekerja, sehingga setiap pergantian jam kerja perusahaan mudah menemukan karyawati yang memakai busana muslimah. Begitu juga di instansi pemerintah , menunjukkan hal yang sama.
Perkembangan jumlah pemakai busana muslimah di kampus-kampus, baik negeri maupun swasta juga menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Hal ini dapat dijumpai di ruang kelas, perpustakaan, kantin, dan dijalan disekitar kampus. Dari tahun ke tahun jumlah jumlah mahasiswa yang memakai busana muslimah semakin meningkat. Tidak hanya mahasiswi, ternyata dosen dan karyawati juga menunjukkan hal yang sama. Namun kadang masih ada yang dalam berpakaian belum memenuhi standar syar’i, misalnya:
  • ·         Pakaian yang dikenakan sangat ketat sehingga lekuk-lekuk tubuhnya kelihatan.
  • ·         Bahan (kain)nya tembus pandang (transparan)
  • ·         Bajunya dimasukkan ke celana panjang atau pakaian bawahan.
  • ·         Bajunya hanya sampai di atas pantat, dan lain sebagainya.

Melihat tidak terpenuhinya standar berpakaian yang sesuai dengan syariat agama islam, maka perlu disusun tuntunan dalam berpakaian yang sesuai dengan syariat agama. Semua itu dengan maksud supaya dalam berislam (menyerahkan diri kepada Allah) tidak setengah-setengah, melainkan keseluruhan. Hal ini selaras dengan firma allah berikut ini:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu” 
(Q.S. Al-Baqoroh 208)

Semakin banyaknya wanita memakai busana muslimah, menandakan ada kesadaran beragama yang meningkat. Ajaran-ajaran agama dipercaya mampu membawa umatnya ke arah yang lebih baik, dan diyakini bahwa berbusana muslimah merupakan bentuk ibadah, karena melaksanakan perintah Allah.
Semua perintah allah apabila dilaksanakan sepenu hati akan membawa kebaikan bagi yang melaksanakan maupun lingkungan sosialnya. Munculnya pelecehan terhadap wanita, antara lain disebabkan wanita idak melaksanakan perintah Allah dalam hal berpakaian, terlalu murah menjual auratnya untuk dilihat laki-laki.

Berbusana muslimah juga bentuk pengalaman akhlak terhadap dirinya sendiri, menghargai dan menghormati harkat dan martabat dirinya sendiri sebagai manusia yang berbudaya. Kita diingatkan dengan pepatah jawa, “ajining diri soko lati, ajining raga saka busana” (berharga dan terhormatnya seseorang terletak pada lidahnya, serta berharga dan terhormatnya badan jasmani terletak pada pakaian yang dikenakan).

2:28 PM   Posted by My Science in with No comments
Read More

Search